Saturday, 2 November 2013

Dieng, Pesona Khayangan di Pusat Jawa

Asal-usul kata Dieng memiliki dua versi. Yang pertama, berasal dari Di yang berarti tempat yang tinggi dan Hyang yang artinya Khayangan. Jadi Dieng bisa berarti daerah pegunungan tempat dewata bersemayam. Versi lainnya, Dieng berasal dari kata Edi yang artinya cantik atau indah, dan Aeng (aneh). Maka Dieng  merupakan tempat yang indah sekaligus penuh keanehan (misteri).

Pesona Dieng tidak sebatas mitos anak gembel. Keindahan panorama seiring dengan legenda yang berkembang. Sebagai tujuan wisata utama, Telaga Warna memiliki tiga macam cerita legenda. Semua berhubungan dengan dunia pewayangan. Secara ilmiah, warna yang terbentuk karena refleksi batu dan ganggang yang tumbuh di dasar telaga.
Telaga Warna, tujuan utama wisatawan / http://script-media.net


Pembentukan dataran tinggi Dieng (Dieng Plateu) diperkirakan berasal dari gunung api tua yang mengalami dislokasi. Lalu terciptalah dataran dari kawah gunung purba tersebut. Terbentuknya patahan dari arah Barat Laut hingga Tenggara, memunculkan gunung-gunung kecil seperti Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur, dan Gunung Pakuwaja yang mengelilingi kawasan Dieng.

Boleh jadi, struktur yang luas ini merupakan gabungan kaldera serta beberapa stratovolkano. Sejarah geologi dataran tinggi Dieng dapat dilihat di Dieng Plateu Theater (DPT). Letaknya dekat dengan kawasan wisata Telaga Warna.

Kawah-kawah banyak tercipta dari proses pembentukan dataran tinggi ini. Kawah Sileri yang tercipta karena pergerakan tanah, amblas tiba-tiba di tahun 1944 dan menelan satu desa. Terdapat juga Kawah Sikidang, lalu Kawah Candradimuka yang sering mengeluarkan suara menggelegar. Namanya sesuai kisah pewayangan, tempat bayi bernama Gatotkaca ditempa hingga tumbuh sebagai manusia super “otot kawat tulang besi”.

Sementara menurut legenda, Dieng bermula saat kondisi alam di tanah Jawa penuh gejolak. Dewa tertinggi, Batara Guru, akhirnya mencomot sebagian puncak Himalaya dan ditancapkan di tengah-tengah Pulau Jawa sebagai pasak, sehingga manusia bisa menempati pulau ini dengan tenang.

Seorang budayawan lokal mempertegas posisi sentral Dieng dengan argumen berikut, “Coba posisikan Pulau Jawa dalam sebuah bingkai, lalu dari sudut-sudut bingkai tersebut tarik garis diagonal. Aneh tapi nyata, titik pertemuan dua garis diagonal tepat di daerah Dieng.”
Kelompok Candi Arjuna  /heritages.files.wordpress.com


Sebagai situs bersejarah, candi yang terdapat di Dieng menjadi bukti keluhuran budaya bangsa berabad lampau. Setidaknya ada 8 candi masih kokoh berdiri. 5 candi berkumpul dalam satu kompleks, yang disebut kelompok Candi Arjuna. Berjejer dari Utara ke Selatan yaitu Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Sementara Candi Semar persis di depan Candi Arjuna.

Tiga candi lainnya terpisah dari kelompok tadi. Candi Dwarawati letaknya di kaki Gunung Prau. Ada 75 anak tangga untuk mencapai candi ini. lalu Candi Bima di dekat tempat wisata Kawah Sikidang. Bentuk candi ini paling besar. Di bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut kudu. Terakhir, Candi Gatotkaca. Lokasinya dekat Museum Dieng Kailasa.
Penulis meliput ritual dalam Candi Bima / foto: Bhrahu Pradipto


Di dalam museum inilah berbagai temuan seperti arca dan artefak lainnya dipamerkan. Arca dewa/dewi Hindu seperti Civa (Shiva/Shiwa), lalu Nandi–kendaraan Civa berbentuk manusia berkepala lembu. Juga terdapat ruang  pemutaran film tentang Dieng dan cara pembuatan candi. Semua candi di Dieng dibangun pada masa pemerintahan Ratu Sima, keturunan Dinasti Sanjaya (Hindu) yang memerintah Kerajaan Kalingga.

Letak Dieng di ketinggian 2.093 DPL (Di atas Permukaan Laut), suhu di malam hari 10 – 24 C dan 22 – 30 C di siang hari. Ketika musim kemarau tiba, suhu di tempat ini justru lebih rendah, 15 – 20 C di siang hari dan 8 - 12 C di malam hari. Bahkan, saat cuaca ekstrim bisa mencapai titik beku 0 C. Pada kondisi tersebut, menjadi masa petaka bagi petani (mayoritas berkebun kentang, selain strawberi, carica, purwaceng, dan wasabi). Tanaman mereka bisa mati.

Alam bisa ramah atau berubah kejam. Para pakar terus mencari tahu jawabnya. Mungkinkah pengaruh perubahan iklim akibat pemanasan global? Bagaimanapun Dieng tetap menyajikan panorama indah negeri khayangan dalam balutan misteri.






---------------
Milik: Apakabardunia.com - courtesy: Majalah Warisan Indonesia

0 komentar:

Post a Comment