Mega Ditinggal Suami. DITAHUN 1961 sebuah kapal Rl Matjan Tutul dalam Operasi Mandala (Trikora) telah tenggelam dilaut Aru. Turut hilang djuga Komandan Skuadron Yos Sudarso. Sedjak saat itu, dan beberapa tahun kemudian, isterinja, Njonja Yos Sudarso selalu berpendapat bahwa suaminja sedang pergi bertugas. Demikian djuga dengan Njonja Megawati Sukarno Surindro, 24 tahun, hingga saat ini tetap berpendapat bahwa Mas Patjul — begitu LU I Penerbang Surindra Supjarso, 28 tahun biasa dipanggil, masih bertugas di Irian Barat. Lima tahun terachir ini, kemalangan Megawati datangnja bertubi-tubi. Ajahnja dari puntjak kursi kekuasaan harus turun ketingkat paling bawah, ditahun 1966. Tahun jang lalu, Sukarno meninggal. Tahun ini, Gadis, demikian panggilannja sehari-hari, ditinggal suaminja. Surindro berikut tudjuh orang awak pesawat Skyvan T-71, hingga kini belum diketahui nasibnja. Hanja reruntuhan-reruntuhan pesawat sepotong demi sepotong dapat diketemukan. Megawati, 3 tahun jang lalu hilang dari keramaian Djakarta, dan turut suaminja ke Madiun. “Dia sih njonja rumah bener”, demikian adiknja Rahmawati pernah memberi komentar. Rizki Pratomo, anak Mega dan Surindro jang pertarma, tidak tahu, nasib apa jang sedang menimpa orang tuanja. Sedang ibunja, kini sedang hamil tua. Anak mereka jang kedua diperkirakan akan lahir dibulan April nanti.
Berita diatas adalah salah satu catatan yang sekarang menjadi sejarah yang dimuat dalam majalah Tempo edisi perdana 01/01, tanggal 6 Maret 1971.
Majalah Tempo merupakan salah satu contoh majalah berita mingguan lahir
di era 70-an yang tumbuh dan berkembang pesat serta relatif minim
pesaing, setelah wafatnya majalah Ekspress.
Dua kali sudah majalah ini dibredel oleh
penguasa yang tak berkenan dengan pemberitaannya, tahun 1982 dan 1994.
Belum lagi tuntutan-tuntutan perdata puluhan miliar rupiah dari
orang-orang yang dibongkar belangnya oleh majalah yang terbit pertama
kali pada Maret 1971 itu,- termasuk kasus gugatan Rp 1.000.000.000
miliar dan 2 miliar dolar AS-. Toh, majalah yang dipimpin oleh Goenawan
Mohammad itu tetap eksis hingga sekarang.(ref)
JERMAN PUNYA KAPAL, TEMPO KETIBAN BREDEL
TEMPO kembali tahun 1998 , setelah empat
tahun dibungkam. Reaksi yang begitu keras dari khalayak ramai, ketika 21
Juni 1994 majalah ini, bersama DeTik dan Editor, dilarang terbit oleh
yang berkuasa. Pertama kali dalam sejarah pers Indonesia, para pemuda,
aktivis, juga wartawan, turun ke jalan di beberapa kota menentang
pembredelan. Protes juga datang dari luar negeri. Bahkan, sebuah
pesantren tua di pedalaman Madura mengadakan istigazah, doa prihatin
bersama, satu bulan setelah apa yang dilakukan pemerintahan Soeharto
bulan Juni itu.
Pada 26 Juni 1994 malam, hanya lima hari
setelah TEMPO dibredel, direktur utama perusahaan yang menerbitkan
majalah itu, Eric Samola, diundang untuk bertemu dengan Hasyim
Djojohadikusumo, pengusaha, di Lagoon Tower Hotel Hilton, Jakarta.
Hasyim, saudara kandung Prabowo Subianto? menantu Presiden yang kemudian
menjadi komandan pasukan khusus yang empat tahun kemudian menculik dan
menyiksa sejumlah aktivis (di antaranya kini masih hilang)–memberi
tawaran: TEMPO bisa terbit kembali bila ia dan “keluarga” diberi hak
mengangkat dan memberhentikan redaksi, dan bila ia dan “keluarga”
mendapatkan opsi pertama jika saham TEMPO akan dijual.
Tawaran ini harus segera dijawab sebelum
pukul 8.00 esok paginya. Hari itu sudah lewat pukul 22.00. Untuk
membicarakan tawaran itu, menjelang tengah malam, direksi TEMPO bertemu
di rumah Goenawan Mohamad. Keputusan: tawaran Hasyim
Djojohadikusumo–meskipun memberi kans bagi TEMPO untuk hidup
lagi–ditolak. Lewat tengah malam keputusan ini kami sampaikan, dengan
cara diplomatis, karena kami tentu saja ketakutan. Kami tahu, Prabowo
Subianto-lah yang mengutus Hasyim, dan kami menafsirkan kata “keluarga”
sebagai “keluarga Cendana”. (Tempo facebook)
TEMPO sadar, dengan penolakan itu, TEMPO
tak akan dapat hidup lagi. Terutama, karena sebetulnya bukan pertama
kalinya “pembangkangan sopan” itu kami lakukan. Kurang lebih setahun
sebelum dibredel, sejumlah orang di pusat kekuasaan dengan pelbagai cara
mendesak pimpinan TEMPO agar memberhentikan Fikri Jufri sebagai
pemimpin redaksi, setelah Goenawan Mohamad pada 1993 tak lagi duduk
dalam jabatan itu. Fikri Jufri rupanya dianggap bagian dari kegiatan
“anti-Soeharto”. Desakan itu kami tolak. Kami anggap itu awal intervensi
kekuasaan ke ruang kerja kami. Penolakan itu mempertajam ketegangan
hubungan antara TEMPO dan penguasa–sampai konflik terbuka terjadi ketika
majalah ini ditutup.(Tempo Facebook)
Walau tak pernah jelas, diduga berita pembelian kapal Jerman adalah pemicu pembredelan TEMPO. PERTANYAAN
yang paling sulit kami jawab empat tahun ini: berita mana yang membuat
TEMPO dibredel? Surat bredel dari Departemen Penerangan, tanggal 21 Juni
1994, tidak menunjuk dengan jelas alasan pemberangusan ini. Hanya
disebutkan, “Isi beberapa penerbitan TEMPO tidak lagi mencerminkan
kehidupan pers yang sehat, bebas, dan bertanggung jawab’. Juga
ditambahkan, “penertiban” terhadap TEMPO diambil untuk membina dan
mengembangkan pers nasional sesuai dengan UUD ’45 dan Pancasila. Juga,
demi terbinanya stabilitas nasional di Republik Indonesia.
Presiden Soeharto memang marah besar
ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk
Ratai, Lampung, 9 Juni 1994. Dalam pidato tanpa teks yang keras,
Soeharto menegaskan bahwa pembelian 39 kapal Jerman adalah idenya, bukan
ide Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Soeharto juga
meminta ABRI tak berkecil hati karena seolah-olah ‘tidak dipercaya dan
ditinggalkan’ dalam proses pembelian kapal itu. Katanya, negosiasi yang
dilakukan Soeharto dengan Kanselir Helmut Kohl memang dilakukan
‘diam-diam’ atas permintaan pemerintah Jerman.
Pers juga tak luput ‘dihujat’. Soeharto
menginstruksikan dari atas geladak KRI Teluk Banten agar pers yang telah
‘mengadu domba’ dalam pemberitaan kapal itu ditindak tegas. Nah, TEMPO
edisi terbaru yang beredar di Jakarta, 7 Juni 1994, memang menurunkan
cover story tentang pembelian kapal itu. Tulisan utama berjudul Dihadang
Ombak dan Biaya Besar mengungkapkan tarik ulur biaya pembelian kapal
antara Menteri B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad.
Seminggu sebelumnya, TEMPO juga menurunkan tulisan berjudul Jerman Punya
Kapal, Indonesia Punya Beban, yang melaporkan bahwa biaya pembelian 39
kapal itu sudah membengkak 62 kali. Kalangan pers di Jakarta percaya
bahwa ‘alamat’ kemarahan Soeharto di Teluk Ratai itu adalah Majalah
TEMPO. (Tempo Facebook)
Arsip Majalah Tempo
“Tentu saja kita tidak bisa bertolak dari ilusi, bahwa begitu pers Indonesia lahir, begitu kemerdekaan langsung tersedia penuh baginya, seperti oksigen. Negeri ini tidak diahirkan dari fikiran Thomas Jefferson. Meskipun demikian, di negeri ini kemerdekaan toh tidak dicoret mati. Kita tidak dikutuk secara beramai-ramai bila kita menyatakan bahwa kita butuh kemerdekaan. Seakan ditopang oleh pengalaman sejarah yan silam dan harapan ke masa depan, kita –termasuk pemerintah –seperti sepakat meyakini bahwa bila kemerdekaan mampet, banyak hal lain akan ikut macet”. (Caping 4 Maret 1978)
Menelusuri arsip majalah tempo, seperti
memasuki mesin waktu dan menjadi saksi pertama atas berbagai
kejadian-kejadian yang sewaktu saya kecil terdengar sayup-sayup karena
kekurang pemahaman. Peristiwa dipecatnya Jenderal Hoegeng, demonstrasi
anti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, Malari, peristiwa petrus,
(penembakan misterius), peristiwa Arswendo Atmowiloto dengan angketnya
dan sebagainya.
Bila dimasa sebelum berkembangnya
teknologi informasi khususnya dunia internet, membundel majalah atau
mencari-cari bundel majalah menjadi salah-satu aktifitas saya dalam
menggali informasi dan mendokumentasikannya, meskipun hasil bundel
membundel kadang sudah hilang entah kemana. Dengan berselancar di dunia
maya saya temukan informasi yang berharga khususnya arsip-arsip dari
majalah tempo dari tahun ke tahun. Memang butuh kesabaran dalam membuka
lembar-demi lembar arsip yang terkadang campur senewen bila koneksi
inetnya lemooot, tapi usaha yang “nikreuh dikeureuyeuh” akhirnya bisa menyajikan beberapa catatan sejarah yang telah dimuat di serbasejarah. Diantaranya beberapa biografi para tokoh sejarah mulai dari M.Natsir, Dipa Nusantara Aidit, Misteri Untung, Bung Hatta dan Bung Sjahrir.
Sampai hari ini saya baru menemukan
Majalah Tempo yang memberikan arsip majalahnya secara lengkap dari mulai
terbit tahun 1971 sampai sekarang. Entah koran dan majalah lain saya
belum coba telusuri. Hatur tararengkyu TEMPO
Sumber:http://serbasejarah.wordpress.com
Makasih gan infonya udah share ...............
ReplyDeletebisnistiket.co.id
Sama- Sama Mas Bro !!! :)
ReplyDelete